Catatan ini saya buat, karena selama lebaran tahun ini, saya melewatkannya di kampung halaman, Semarang. Rencananya, Insya Allah kurang lebih 10 hari saya habiskan di tempat orang tua.
Dari sekian banyak tempat Sholat Idul Fitri di Semarang, salah satunya yakni di Lapangan Pancasila Simpang Lima Semarang. Inilah salah satu tempat utama yang menjadi tujuan umat islam di Semarang. Karena kebetulan tempatnya sangat strategis, tepat di jantung Kota Semarang.
Simpang Lima, saat ini menjadi alun-alun atau pusat kota Semarang. Layaknya kota-kota di Jawa pada umumnya, di setiap alun-alun terdapat Masjid dan Pusat Pemerintahan. Dahulu, pasti akan kita temukan hal yang sama di alun-alun Kota Semarang. Tapi tidak di Simpang Lima. Yang tersisa hanya Masjid Baiturrahman.
Karena, Simpang Lima merupakan alun-alun pindahan yang sebelumnya terdapat di depan Masjid Besar Kauman, yang berada tidak jauh dari Pasar Johar. Karena, kebijaksanaan pemerintah saat itu, alun-alun dipindah ke Simpang Lima yang sekarang ini. Dan alun-alun lama, menjadi pusat pertokoan, salah satunya Kanjengan. Di alun-alun lama, bisa ditemui Pusat Pemerintahan, Masjid, dan tentu saja Pasar (Johar).
Simpang Lima, saat ini sudah menjadi pusat bisnis. Mulai dari Mal Citra dan Hotelnya, Plasa Simpang Lima dan Hotel Horizon, Eks Mickey Mourse yang di lantai dua ditempati Courts (Jaringan Retail dari Inggris, yang di Indonesia berpusat di Denpasar), Robinson (eks Bioskop Gajah Mada), Bioskop E-Plaza (d/h Plaza). Sisanya, hanya Masjid Baiturrahman dan Kantor Telekom.
Kembali tentang Sholat Ied, sebenarnya panitia membagi lapangan menjadi dua bagian, yakni untuk Pria di sebelah utara, dan Wanita di sebelah Selatan. Tempat Imamnya berada di titik pertemuan antara jalan Pandanaran dan Simpang Lima.
Tapi yang terjadi adalah, jamaah yang datang dari arah jalan Gajah Mada (sebelah utara), tidak perduli laki-laki atau perempuan segera menggelar sajadahnya di lapangan sebelah utara yang sebenarnya diperuntukkan bagi jamaah laki-laki. Bahkan lebih parahnya mereka cenderung menggelarnya di jalanan terutama di Jalan Gajah Mada dan jalan di depan Citraland. Tidak masuk ke lapangan, dan lapangan pun dibiarkan kosong. Bahkan kalau ditarik garis lurus, dari tempat Imam ke arah depan Masjid Baiturrahman, akan banyak jamaah yang telah melewati tempat Imam. Dan itu berlangsung sudah bertahun-tahun lamanya tanpa ada perbaikan.
Yang mengenaskan adalah, Lapangan Pancasila sendiri lebih banyak kosongnya. Jamaah tidak perduli datang dari arah mana, malas untuk berjalan dan menempati tempat yang disediakan. Mereka lebih memilih di jalanan, yang relatif lebih dekat dengan tempat mereka datang. Baik itu dari arah timur, maupun dari jalan Pahlawan. Jadi kalau dilihat dari atas, saat Sholat Idul Fitri, yang terlihat adalah hamparan tanah kosong dan lautan manusia yang mengelilinginya.
Comments