Anda pernah telanjang? Saya yakin, tidak ada diantara kita yang tidak pernah tidak telanjang. Begitu kita terlahir di dunia, tidak ada sehelai benang pun yang menempel di tubuh kita. Saat kita mandi, kita pun telanjang. Bahkan saat tidur pun, ada orang yang lebih nyaman tanpa memakai penutup tubuh
Ketelanjangan memang sepertinya ditakdirkan tidak akan pernah jauh dari kita sebagai manusia. Sejak kita membuka mata di pagi hari hingga tertutup mata kita di malam hari. Baik itu secara fisik maupun ketelanjangan terhadap tindakan yang kita lakukan. Makanya kita mengenal adanya organisasi semacam Transparansi International. Hal ini menunjukkan bahwa ketelanjangan itu lintas batas. Tidak peduli batasan fisik maupun non fisik.
Ketelanjangan, yang sebenarnya sudah sedemikian akrabnya dengan kita, hari-hari terakhir ini kembali menjadi topik yang hangat. Mulai dari rencana diundangkannya RUU APP hingga terbitnya majalah Playboy Indonesia.
Kenapa ketelanjangan tiba-tiba menjadi masalah? Kita akrab dan merasa tidak ada persoalan dengan ketelanjangan diatas, karena memang pada saat itu kita harus telanjang di saat dan tempat yang semestinya. Maka akan terasa aneh jika pada saat kita harus tertutup malah terbuka, dan diruang terbuka pula.
Terbitnya majalah Playboy Indonesia membuat banyak orang kecewa. Kecewa pertama karena akhirnya majalah ikon pornografi itu terbit di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Hal ini jelas merupakan kemenangan dalam era perang pemikiran sekarang ini. Kecewa yang kedua karena foto-foto yang ditampilkan pada edisi perdana kali ini tidaklah beda dengan foto-foto di majalah pria dewasa lain semacam Popular, Maxim, FHM. Bahkan Playboy Indonesia tergolong sopan dibandingkan majalah-majalah tersebut. Dengan harga Rp. 39.000, mereka merasa rugi karena tidak mendapatkan apa yang dicari.
Kekecewaan yang kedua tadi menunjukkan bahwa ketelanjangan aneh tadi buat sebagian orang sudah tidak menjadi hal yang aneh lagi. Ketelanjangan dimuka umum ini memang bergeser dari waktu ke waktu, mulai dari pemakaian rok mini untuk menunjukkan paha, kemudian baju U can See untuk memperlihatkan keindahan lengan dan ketiak. Kemudian bergeser lagi ke pusar dan tahun-tahun terakhir ini bergeser lagi ke perbatasan punggung dan pantat. Katanya lebih sexy kalau sudah terlihat sedikit warna CD nya dan 'garis vertikal' nya. "Garis Vertikal' itu sering saya istilahkan tempat naruh koin. Soalnya tiap melihat itu saya teringat telpon umum koin.
Saya tidak tahu apa yang ada dipikiran mereka saat memakai baju yang bahannya terbatas. Jika mereka memang ingin memamerkan keindahan ciptaan Tuhan, kenapa tidak diperlihatkan pada yang berhak? Jika setiap hari anda memakai baju yang tertutup bahkan memakai cadar sekalipun, suami anda akan merasakan sensasi yang luar biasa saat melihat anda tidak memakai sehelai benangpun. Bahkan tidak perlu telanjang, saat melihat lengan anda yang terbuka dan terliat bersih serta halus karena senantiasa tertutup, hati suami anda langsung akan merasa serrrr..
Jadi kenapa pamer buat orang lain?
Ketelanjangan memang sepertinya ditakdirkan tidak akan pernah jauh dari kita sebagai manusia. Sejak kita membuka mata di pagi hari hingga tertutup mata kita di malam hari. Baik itu secara fisik maupun ketelanjangan terhadap tindakan yang kita lakukan. Makanya kita mengenal adanya organisasi semacam Transparansi International. Hal ini menunjukkan bahwa ketelanjangan itu lintas batas. Tidak peduli batasan fisik maupun non fisik.
Ketelanjangan, yang sebenarnya sudah sedemikian akrabnya dengan kita, hari-hari terakhir ini kembali menjadi topik yang hangat. Mulai dari rencana diundangkannya RUU APP hingga terbitnya majalah Playboy Indonesia.
Kenapa ketelanjangan tiba-tiba menjadi masalah? Kita akrab dan merasa tidak ada persoalan dengan ketelanjangan diatas, karena memang pada saat itu kita harus telanjang di saat dan tempat yang semestinya. Maka akan terasa aneh jika pada saat kita harus tertutup malah terbuka, dan diruang terbuka pula.
Terbitnya majalah Playboy Indonesia membuat banyak orang kecewa. Kecewa pertama karena akhirnya majalah ikon pornografi itu terbit di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Hal ini jelas merupakan kemenangan dalam era perang pemikiran sekarang ini. Kecewa yang kedua karena foto-foto yang ditampilkan pada edisi perdana kali ini tidaklah beda dengan foto-foto di majalah pria dewasa lain semacam Popular, Maxim, FHM. Bahkan Playboy Indonesia tergolong sopan dibandingkan majalah-majalah tersebut. Dengan harga Rp. 39.000, mereka merasa rugi karena tidak mendapatkan apa yang dicari.
Kekecewaan yang kedua tadi menunjukkan bahwa ketelanjangan aneh tadi buat sebagian orang sudah tidak menjadi hal yang aneh lagi. Ketelanjangan dimuka umum ini memang bergeser dari waktu ke waktu, mulai dari pemakaian rok mini untuk menunjukkan paha, kemudian baju U can See untuk memperlihatkan keindahan lengan dan ketiak. Kemudian bergeser lagi ke pusar dan tahun-tahun terakhir ini bergeser lagi ke perbatasan punggung dan pantat. Katanya lebih sexy kalau sudah terlihat sedikit warna CD nya dan 'garis vertikal' nya. "Garis Vertikal' itu sering saya istilahkan tempat naruh koin. Soalnya tiap melihat itu saya teringat telpon umum koin.
Saya tidak tahu apa yang ada dipikiran mereka saat memakai baju yang bahannya terbatas. Jika mereka memang ingin memamerkan keindahan ciptaan Tuhan, kenapa tidak diperlihatkan pada yang berhak? Jika setiap hari anda memakai baju yang tertutup bahkan memakai cadar sekalipun, suami anda akan merasakan sensasi yang luar biasa saat melihat anda tidak memakai sehelai benangpun. Bahkan tidak perlu telanjang, saat melihat lengan anda yang terbuka dan terliat bersih serta halus karena senantiasa tertutup, hati suami anda langsung akan merasa serrrr..
Jadi kenapa pamer buat orang lain?
Comments
Finansial
The largest Muslim Country
Jd efeknya memang dahsyat, walaupun isinya belum ada gambar nakednya ..