Satu saat saya datang ke resepsi pernikahan seorang teman lama (sebut saja si Fulan). Diadakan di Balai Sudirman, salah satu tempat prestisius bagi kalangan elite Jakarta untuk mengadakan resepsi pernikahan.
Tamu yang datang cukup membuat orang rela untuk antri baik untuk parkir kendaraan maupun untuk memberi ucapan selamat. Saya nggak tau berapa banyak tamu yang datang, tapi sekedar prediksi mungkin sekitar 2000an tamu undangan.
Dan mereka bisa ditebak yakni dari kalangan menengah ke atas Jakarta. Bahkan terlihat seorang bekas menteri ikut antri untuk memberi ucapan selamat. Maklum sang tuan rumah (orang tua pengantin wanita) salah seorang petinggi Operator Selular.
Makanan yang tersedia? Mmm, nyam nyam deh. Ini salah satu resepsi yang saya datangi dengan makanan terenak dan dengan jumlah yang melimpah. Mulai dari Sate Padang, Siomay, sampai dengan Mix BBQ. Saya sendiri cukup menikmati Kambing Guling, Mix BBQ, Tempura, Es Pudeng.
Selama resepsi dan dalam perjalanan pulang, saya jadi teringat perjalanan Fulan. Kenal pertama kali karena satu kantor, tapi setelah 2 tahun dia melanjutkan sekolah ke Australia dengan biaya sendiri dan sedikit beasiswa katanya. Fulan ini termasuk pekerja keras dan kutu buku. Semasa kuliah dulu dia pernah bercerita kalau mencari dia itu nggak susah, cukup cari saja di perpustakaan, pasti ketemu. Sekolah ke LN sendiri selain keinginan diri sendiri tapi juga obsesi dari si Ibunda tersayang. Makanya Fulan ini rela keluar dari pekerjaan sekarang tuk melanjutkan kuliah.
Ternyata perjalanannya ke Negeri Kanguru, tidaklah sia-sia. Ilmu diraih, kerjaan ditangan ditambah dapat istri pula, alamaak. Si Fulan ini pekerjaannya tidak jauh dari industri selular, industri yang sedang naik daun. Dan bisa ditebak, tidaklah jauh dari profesi sang calon mertua.
Saya jadi teringat seorang rekan bilang bahwa orang tua mengirimkan anak sekolah ke LN itu tidak hanya untuk dapat ilmu dan pekerjaan yang memadai. Tapi juga buat mencari jodoh! Karena, jelas sekali bahwa orang Indonesia yang bisa ke LN hanya golongan tertentu, yakni dengan biaya sendiri (berarti dia kaya), atau yang pas-pas an ekonominya dengan cara mencari beasiswa (berarti dia pintar).
Nah yang kaya itu kan belum tentu pintar (banyak malah yang pas-pas an otaknya) dan cuma mengandalkan tampang. Sedangkan penerima beasiswa boleh dibilang kemampuannya lebih, karena harus melewati seleksi tertentu. Yang ideal sih tentu saja kombinasi antara pintar dan kaya.
Dengan berada di LN, mereka akan berada di komunitas yang tidak jauh dengan keadaan mereka yang sebenarnya, paling tidak dari sisi ekonomi. Itulah sasaran dari para orang tua yang berharap anaknya berjodoh dengan orang-orang sekufu, siapa tau malah dapat anak pejabat.
Jadi kalau melihat perjalanan Fulan tadi, bolehlah dibilang perpaduan antara kerja keras dan keberuntungan. Saat usaha dan kerja keras telah dilakukan, ternyata keberuntungan itu datang, paling tidak sampai dititik ini?
Tamu yang datang cukup membuat orang rela untuk antri baik untuk parkir kendaraan maupun untuk memberi ucapan selamat. Saya nggak tau berapa banyak tamu yang datang, tapi sekedar prediksi mungkin sekitar 2000an tamu undangan.
Dan mereka bisa ditebak yakni dari kalangan menengah ke atas Jakarta. Bahkan terlihat seorang bekas menteri ikut antri untuk memberi ucapan selamat. Maklum sang tuan rumah (orang tua pengantin wanita) salah seorang petinggi Operator Selular.
Makanan yang tersedia? Mmm, nyam nyam deh. Ini salah satu resepsi yang saya datangi dengan makanan terenak dan dengan jumlah yang melimpah. Mulai dari Sate Padang, Siomay, sampai dengan Mix BBQ. Saya sendiri cukup menikmati Kambing Guling, Mix BBQ, Tempura, Es Pudeng.
Selama resepsi dan dalam perjalanan pulang, saya jadi teringat perjalanan Fulan. Kenal pertama kali karena satu kantor, tapi setelah 2 tahun dia melanjutkan sekolah ke Australia dengan biaya sendiri dan sedikit beasiswa katanya. Fulan ini termasuk pekerja keras dan kutu buku. Semasa kuliah dulu dia pernah bercerita kalau mencari dia itu nggak susah, cukup cari saja di perpustakaan, pasti ketemu. Sekolah ke LN sendiri selain keinginan diri sendiri tapi juga obsesi dari si Ibunda tersayang. Makanya Fulan ini rela keluar dari pekerjaan sekarang tuk melanjutkan kuliah.
Ternyata perjalanannya ke Negeri Kanguru, tidaklah sia-sia. Ilmu diraih, kerjaan ditangan ditambah dapat istri pula, alamaak. Si Fulan ini pekerjaannya tidak jauh dari industri selular, industri yang sedang naik daun. Dan bisa ditebak, tidaklah jauh dari profesi sang calon mertua.
Saya jadi teringat seorang rekan bilang bahwa orang tua mengirimkan anak sekolah ke LN itu tidak hanya untuk dapat ilmu dan pekerjaan yang memadai. Tapi juga buat mencari jodoh! Karena, jelas sekali bahwa orang Indonesia yang bisa ke LN hanya golongan tertentu, yakni dengan biaya sendiri (berarti dia kaya), atau yang pas-pas an ekonominya dengan cara mencari beasiswa (berarti dia pintar).
Nah yang kaya itu kan belum tentu pintar (banyak malah yang pas-pas an otaknya) dan cuma mengandalkan tampang. Sedangkan penerima beasiswa boleh dibilang kemampuannya lebih, karena harus melewati seleksi tertentu. Yang ideal sih tentu saja kombinasi antara pintar dan kaya.
Dengan berada di LN, mereka akan berada di komunitas yang tidak jauh dengan keadaan mereka yang sebenarnya, paling tidak dari sisi ekonomi. Itulah sasaran dari para orang tua yang berharap anaknya berjodoh dengan orang-orang sekufu, siapa tau malah dapat anak pejabat.
Jadi kalau melihat perjalanan Fulan tadi, bolehlah dibilang perpaduan antara kerja keras dan keberuntungan. Saat usaha dan kerja keras telah dilakukan, ternyata keberuntungan itu datang, paling tidak sampai dititik ini?
Comments