Judulnya provokatif bukan? Memang sengaja saya seperti itu. Dan semoga banyak yang terprovokasi. Bagaimana tidak, sepakbola sebagai cabang paling populer di Indonesia, membuat banyak anak-anak ingin jadi pemain bola terkenal. Belum lagi orang tua yang ingin anaknya menjadi pemain timnas kemudian menjadi kebanggaan bangsa, negara, keluarga. Saya kok malah menyarankan sebaliknya. JANGAN JADI PEMAIN SEPAKBOLA DI INDONESIA!!
Menjamurnya klub sepakbola untuk anak-anak di Indonesia yang kita kenal sebagai SSB, Sekolah Sepak Bola, merupakan jawaban bagi orang tua yang ingin anaknya mempelajari dan berlatih sepak bola.
Tidak salah memasukkan anak ke SSB yang berada di lingkungan rumah anda, tapi singkirkan jauh-jauh pikiran anda, bahwa kelak si kecil ini akan menjadi pemain bola di Indonesia.
Ada beberapa faktor kenapa saya menyarankan demikian.
Pembayaran gaji yang bermasalah.
Menjadi hal jamak, bahwa di Indonesia klub-klub sepakbola kesulitan membayar gaji pemain. Banyak kasus wan prestasi klub dalam urusan gaji pemain. Bahkan pemain asing yang merumput di Indonesia [Diego Mindieta] sampai meninggal karena sakit dan tidak bisa membayar biaya rumah sakit yang disebabkan gajinya belum dibayar beberapa bulan. Itu baru satu contoh.
Menjadi aneh memang jika gaji pemain tidak dibayar berbulan-bulan, tetapi si pemain tetap dapat hidup seolah-olah gajinya lancar diterima. Jadi bagaimana mereka bisa hidup? Nah disitulah celah yang dimanfaatkan mafia suap disepakbola. Gaji seret, dan disaat yang sama mendapat tawaran sejumlah uang untuk dapat 'mengalah'. Klop!!
Politik
Bukan rahasia lagi, sepakbola Indonesia kental sekali nuansa politiknya. Baik itu pengaruh dari politik nasional, maupun politik kepentingan pelaku-pelaku sepakbola.
Contoh nyata, disaat Irfan Bachdim selesai menjadi anggota Timnas Senior AFF 2010, dia bergabung ke Persema yang ikut Liga Primer Indonesia [LPI]. Kala itu Irfan bersama pemain naturalisasi dari Jerman, Kim Kurniawan tetap kukuh ikut breakaway league LPI.
Kim Kurniawan-Irfan Bachdim-Coach Timo |
Sebuah pilihan berani bagi pemain yang terhitung masih belia, untuk menentukan karir sepakbola yang dipenuhi intrik-intrik politik nasional.
Akibatnya adalah kala rezim Jenggal tergusur dari Kerajaan PSSI, sejak saat itu pula kedua pemain terutama Irfan Bachdim hilang dari Timnas Senior. Apalagi Kim Kurniawan, yang kemampuannya belum banyak tereksplorasi saat ikut Persema.
Langkah cerdas diambil Irfan kemudian, yakni pindah ke Thailand, meskipun pada akhirnya statusnya dipinjamkan ke klub di divisi dibawah Liga Primer nya..
Lingkungan Yang Tidak Sehat
Pemain sepakbola di Indonesia ibarat pegawai negeri sipil. Di lingkungan PNS seolah-olah ada pernyataan yang diyakini kebenarnya, yakni Jika PNS tidak ikut arus korupsi, di akan tenggelam [ditenggelamkan??].
Di dunia sepakbola, kurang lebih sama bobroknya. Pengaturan skor alias match fixing adalah hal biasa. Dan itu melibatkan banyak pihak, pemain, pelatih, pemilik klub, bahkan terkadang suporter pun bisa ikut andil.
Pemain akhirnya sulit untuk menghindari bad attitude lingkaran setan di sepakbola itu. Suap, kekerasan, dan narkoba pelan-pelan menjadi budaya yang dilakoni sebagian besar pemain sepakbola di Indonesia.
Haruskah Berhenti Berlatih Sepakbola?
Jawabannya adalah TIDAK. Malah kalo boleh saya beri saran, berlatihlah semenjak kecil, semakin awal semakin baik, sekitar umur 5-6 tahun. Jika umur 5 tahun berlatih sepakbola selama 1 jam per minggu, di umur 10 tahun, anak anda sudah berlatih dasar-dasar sepakbola selama 1300 jam. Ingatkan orang akan menjadi ahli dibidangnya jika sudah melewati 10.000 jam?
“In fact, researchers have settled on what they believe is the magic number for true expertise: ten thousand hours.”
― Malcolm Gladwell, Outliers: The Story of Success
Kompetisi Usia Dini secara resmi memang tidak ada dari PSSI, tetapi pihak swasta banyak yang menggelar kejuaraan sepakbola usia dini. Disini menjadi ajang mengasah kemampuan.
Bikinlah profile, semacam Curriculum Vitae anda sebagai pemain sepakbola. Kumpulkan video-video pada waktu anda main. Setelah itu, bergerilya lah ke luar negeri!!
Kenapa? Simple jawabannya, lingkungan sepakbolanya relatif lebih baik dibandingkan sepakbola di Indonesia. Terutama di negara-negara maju di asia seperti Jepang, Korea, atau Malaysia. Dan kalau mampu menembus belantara sepakbola Eropa akan lebih bagus.
Di Eropa jangan berpikir seperti klub-klub top di Inggris, Spanyol, Jerman, Belanda. Cobalah negara-negara Second Tier di eropa, atau klub-klub second atau third tier di negara top tadi. Karena disitulah siapa tahu keberuntungan memihak, karena di first tier persaingannya sangat-sangat ketat. Jadikan sebagai batu loncatan jika ada kesempatan hijrah ke tempat yang lebih baik.
Tidak Harus Jadi Pemain
Banyak profesi di industri sepakbola. Jika tidak jadi pemain, anda bisa jadi pelatih, talent scouting, ahli statistik, analis, manager bisnis. Dan itu sudah sangat dihargai di industri sepakbola seperti di eropa. Tetapi tidak untuk di Indonesia.
Seandainya anak anda sudah berlatih sekian lama dan tidak ingin berkecimpung di industri sepakbola, itupun tidak menjadi masalah. Karena mengembalikan sepakbola ke habitat aslinya, yakni OLAH RAGA.
Bikinlah profile, semacam Curriculum Vitae anda sebagai pemain sepakbola. Kumpulkan video-video pada waktu anda main. Setelah itu, bergerilya lah ke luar negeri!!
Kenapa? Simple jawabannya, lingkungan sepakbolanya relatif lebih baik dibandingkan sepakbola di Indonesia. Terutama di negara-negara maju di asia seperti Jepang, Korea, atau Malaysia. Dan kalau mampu menembus belantara sepakbola Eropa akan lebih bagus.
Di Eropa jangan berpikir seperti klub-klub top di Inggris, Spanyol, Jerman, Belanda. Cobalah negara-negara Second Tier di eropa, atau klub-klub second atau third tier di negara top tadi. Karena disitulah siapa tahu keberuntungan memihak, karena di first tier persaingannya sangat-sangat ketat. Jadikan sebagai batu loncatan jika ada kesempatan hijrah ke tempat yang lebih baik.
Tidak Harus Jadi Pemain
Banyak profesi di industri sepakbola. Jika tidak jadi pemain, anda bisa jadi pelatih, talent scouting, ahli statistik, analis, manager bisnis. Dan itu sudah sangat dihargai di industri sepakbola seperti di eropa. Tetapi tidak untuk di Indonesia.
Seandainya anak anda sudah berlatih sekian lama dan tidak ingin berkecimpung di industri sepakbola, itupun tidak menjadi masalah. Karena mengembalikan sepakbola ke habitat aslinya, yakni OLAH RAGA.
Comments