Baru-baru ini ada rencana dari Pemda DKI dan DPRD DKI untuk menaikkan tarif Bus Trans Jakarta, yang semula Rp. 3.500 untuk ke semua jalur, menjadi sekitar Rp. 5.000 hingga Rp. 7.000.
Alasan rencana kenaikan karena subisidi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Seandainya tarif tetap Rp. 3.500, subisidi yang diberikan Pemda DKI sebesar Rp. 500 Milyar. Dan seandainya tarif dinaikkan menjadi Rp. 6.000 subsidinya sebesar Rp. 75 Milyar.
Kalau rencana ini benar dilaksanakan, baik Eksekutif maupun Legislatif di Jakarta telah kehilangan akal sehatnya. Buat kami sebagai rakyat, subsidi untuk transportasi semacam itu adalah HAK yang harus kita terima. Dan penguasa WAJIB memberikannya. Begitu banyak pajak yang telah berikan kepada penguasa. Sampai kencing pun bayar. Mana ada yang gratis di sini.
Seandainya hak yang sudah sepatutnya diterima masyarakat pun disunat, tidak berlebihankah kalau saya sebut mereka itu sewenang-wenang. Bagaimana tidak, pada saat mereka akan memotong subsidi, ternyata gaji mereka naik. Gaji anggota DPRD DKI Jakarta berdasarkan PP No 37 no 2006 adalah sebesar 24.5 Juta Rupiah. Terdiri dari gaji Rp. 5 Juta, tunjangan perumahan Rp. 12 Juta, dan yang terbaru tunjangan konsultasi Rp. 7.5 Juta.
Sebenarnya kalau jujur sih, gaji Rp. 5 Juta untuk anggota dewan yah nggak gedhe-gedhe amat sih. Karyawan swasta dengan pengalaman kerja 5 tahun lebih dan kualifikasi yang menengah, banyak yang menerima gaji sebesar itu. Cuma tunjangan buat anggota Dewan itu yang bikin nggak kuat lihatnya. Belum kalau kalau ada uang Pansus, Pokja, Reses. Ueedan tenan …
Pola yang dipakai di luar negeri, untuk hal-hal yang berhubungan dengan rakyat banyak seperti transportasi, akan diurus oleh pemerintah dengan pertimbangan kalau diurus swasta murni, tarif yang dikenakan akan tinggi karena swasta itu akan mencari keuntungan. Sedangkan kalau pemerintah tanpa mengurangi masalah kenyamanan, berkewajiban untuk melayani.
Kalau disini?
Bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?
Alasan rencana kenaikan karena subisidi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Seandainya tarif tetap Rp. 3.500, subisidi yang diberikan Pemda DKI sebesar Rp. 500 Milyar. Dan seandainya tarif dinaikkan menjadi Rp. 6.000 subsidinya sebesar Rp. 75 Milyar.
Kalau rencana ini benar dilaksanakan, baik Eksekutif maupun Legislatif di Jakarta telah kehilangan akal sehatnya. Buat kami sebagai rakyat, subsidi untuk transportasi semacam itu adalah HAK yang harus kita terima. Dan penguasa WAJIB memberikannya. Begitu banyak pajak yang telah berikan kepada penguasa. Sampai kencing pun bayar. Mana ada yang gratis di sini.
Seandainya hak yang sudah sepatutnya diterima masyarakat pun disunat, tidak berlebihankah kalau saya sebut mereka itu sewenang-wenang. Bagaimana tidak, pada saat mereka akan memotong subsidi, ternyata gaji mereka naik. Gaji anggota DPRD DKI Jakarta berdasarkan PP No 37 no 2006 adalah sebesar 24.5 Juta Rupiah. Terdiri dari gaji Rp. 5 Juta, tunjangan perumahan Rp. 12 Juta, dan yang terbaru tunjangan konsultasi Rp. 7.5 Juta.
Sebenarnya kalau jujur sih, gaji Rp. 5 Juta untuk anggota dewan yah nggak gedhe-gedhe amat sih. Karyawan swasta dengan pengalaman kerja 5 tahun lebih dan kualifikasi yang menengah, banyak yang menerima gaji sebesar itu. Cuma tunjangan buat anggota Dewan itu yang bikin nggak kuat lihatnya. Belum kalau kalau ada uang Pansus, Pokja, Reses. Ueedan tenan …
Pola yang dipakai di luar negeri, untuk hal-hal yang berhubungan dengan rakyat banyak seperti transportasi, akan diurus oleh pemerintah dengan pertimbangan kalau diurus swasta murni, tarif yang dikenakan akan tinggi karena swasta itu akan mencari keuntungan. Sedangkan kalau pemerintah tanpa mengurangi masalah kenyamanan, berkewajiban untuk melayani.
Kalau disini?
Bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?
Comments