Sudah hampir setengah bulan ini, kami tidak memakai pembantu rumah tangga. Sebenarnya mungkin tidak bisa disebut pembantu. Karena tugas utamanya dia mengasuh anak kami yang baru berumur 1.5 thn. Cuma, saya merasa nggak biasa nyebutnya sebagai baby sitter. Jadi saya yang saya anggap sebagai pembantu juga.
Dia resign jadi pembantu di rumah dengan alasan sering sakit-sakitan, jadi mau istirahat dulu. Nggak kerja, di rumah saja. Itu alasan yang diberikan pada saya tempo hari. Saya sih, ya mau gimana lagi. Tidak bisa melarang dan menahan dia untuk tetap jadi pembantu di rumah.
Memang beberapa hari sebelum dia berhenti, dia sudah tidak masuk karena sakit. Tinggalnya memang tidak jauh dari rumah kami. Dia salah satu tetangga kami. Setiap pagi sebelum kami berangkat bekerja, dia telah datang ke rumah dan mengurus segala keperluan si kecil. Kalau dihitung, memang ini bukan yang pertama dia sakit. Kalau tidak salah yang ketiga kalinya dia absen karena sakit.
Ternyata alasan sakit itu menjadi tanda tanya bagi kami sekeluarga. Karena hanya selang beberapa hari sejak berhenti dari tempat kami, ternyata dia sudah bekerja di tempat lain. Saya tidak tahu pasti, katanya tempat dia bekerja sebelum bekerja di tempat kami.
Kami benar-benar heran, kenapa harus memberi alasan sakit. Mendengar kabar tersebut, saya jadi mikir apa yang menjadi penyebab dia berhenti.
Bosan
Salah satu faktor yang paling mungkin adalah bosan. Namanya juga orang. Ada kalanya merasa bosan dengan keseharian. Kita pun yang bekerja kantoran seringkali bosan dengan rutinitas pekerjaan yang tidak ada selesainya.
Jam kerja pembantu saya sebenarnya hampir sama dengan orang kantoran. Dia datang sekitar jam setengah tujuh pagi. Dan pulang sekitar jam 4-5 sore. Hari minggu libur. Dan kalau kita libur, seringkali kita kasih libur juga. Enak kan?
Tapi tetap saja dia keluar.
Gaji
Alasan klasik lainnya adalah gaji. Saya gaji dia untuk 6 hari kerja hanya untuk mengasuh anak saya, sebesar 250 ribu rupiah. Saya tidak tahu apakah cukup besar atau terlalu kecil uang segitu buat dia. Yang jelas dengan gaji segitu, dia tidak bekerja full satu hari penuh seperti pembantu yang lain. Dia hanya bekerja dari jam setengah tujuh hingga jam 5. Selebihnya ya pulang.
Berat? Mmm bisa ya bisa tidak. Untuk anak dibawah 2 tahun, jam tidurnya termasuk masih tinggi. Anak bangun sekitar jam 6 sampai dengan setengah tujuh pagi. Dan tidur lagi sekitar jam 8-10, dan bangun saat makan siang. Si kecil akan tidur lagi sekitar jam 2 hingga jam 3.30-4.00.
Jadi bisa dihitung, dengan jam kerja sekitar 10.5 jam [6.30-17.00], sekitar 4 jam hanya nungguin orang tidur. Berat?? Mmm saat nungguin orang tidur, kalau kita ngantuk terus? Ya ikut tidur....
bersambung
Dia resign jadi pembantu di rumah dengan alasan sering sakit-sakitan, jadi mau istirahat dulu. Nggak kerja, di rumah saja. Itu alasan yang diberikan pada saya tempo hari. Saya sih, ya mau gimana lagi. Tidak bisa melarang dan menahan dia untuk tetap jadi pembantu di rumah.
Memang beberapa hari sebelum dia berhenti, dia sudah tidak masuk karena sakit. Tinggalnya memang tidak jauh dari rumah kami. Dia salah satu tetangga kami. Setiap pagi sebelum kami berangkat bekerja, dia telah datang ke rumah dan mengurus segala keperluan si kecil. Kalau dihitung, memang ini bukan yang pertama dia sakit. Kalau tidak salah yang ketiga kalinya dia absen karena sakit.
Ternyata alasan sakit itu menjadi tanda tanya bagi kami sekeluarga. Karena hanya selang beberapa hari sejak berhenti dari tempat kami, ternyata dia sudah bekerja di tempat lain. Saya tidak tahu pasti, katanya tempat dia bekerja sebelum bekerja di tempat kami.
Kami benar-benar heran, kenapa harus memberi alasan sakit. Mendengar kabar tersebut, saya jadi mikir apa yang menjadi penyebab dia berhenti.
Bosan
Salah satu faktor yang paling mungkin adalah bosan. Namanya juga orang. Ada kalanya merasa bosan dengan keseharian. Kita pun yang bekerja kantoran seringkali bosan dengan rutinitas pekerjaan yang tidak ada selesainya.
Jam kerja pembantu saya sebenarnya hampir sama dengan orang kantoran. Dia datang sekitar jam setengah tujuh pagi. Dan pulang sekitar jam 4-5 sore. Hari minggu libur. Dan kalau kita libur, seringkali kita kasih libur juga. Enak kan?
Tapi tetap saja dia keluar.
Gaji
Alasan klasik lainnya adalah gaji. Saya gaji dia untuk 6 hari kerja hanya untuk mengasuh anak saya, sebesar 250 ribu rupiah. Saya tidak tahu apakah cukup besar atau terlalu kecil uang segitu buat dia. Yang jelas dengan gaji segitu, dia tidak bekerja full satu hari penuh seperti pembantu yang lain. Dia hanya bekerja dari jam setengah tujuh hingga jam 5. Selebihnya ya pulang.
Berat? Mmm bisa ya bisa tidak. Untuk anak dibawah 2 tahun, jam tidurnya termasuk masih tinggi. Anak bangun sekitar jam 6 sampai dengan setengah tujuh pagi. Dan tidur lagi sekitar jam 8-10, dan bangun saat makan siang. Si kecil akan tidur lagi sekitar jam 2 hingga jam 3.30-4.00.
Jadi bisa dihitung, dengan jam kerja sekitar 10.5 jam [6.30-17.00], sekitar 4 jam hanya nungguin orang tidur. Berat?? Mmm saat nungguin orang tidur, kalau kita ngantuk terus? Ya ikut tidur....
bersambung
Comments