Tiada hari tanpa berita buruk tentang sepak bola Indonesia.
Beberapa waktu lalu, ramai dibicarakan mengenai rencana penjualan sejumlah klub-klub peserta Liga Indonesia. Menyusul rencana pelarangan penggunaan APBD untuk klub-klub sepak bola milik Pemda yang berpartisipasi di Liga Indonesia.
Sudah menjadi rahasia umum, klub sepakbola Indonesia mayoritas dikelola secara tidak langsung oleh Pemda. Kenapa saya sebut tidak langsung?
Yang jadi Ketua Umum adalah biasanya Walikota/Bupati/Gubernur. Nah yang jadi manajer, atau pengelola sehari-hari adalah kalau tidak pengusaha lokal, ya anak Walikota/Bupati/Gubernur.
Dari manakah dana pengelolaannya?
Alternatif pertama, dana dari pengusaha/anak pejabat yang mengelola klub tadi. Apa keuntungannya buat dia? Idealnya, ya ada pemasukan dari penjualan karcis, transfer pemain, penjualan merchandise, dll. Tapi kondisi di Indonesia belumlah seideal di kompetisi sepak bola Eropa. Jadi lupakan saja hal itu.
Kompensasinya adalah, pengelola akan dapat proyek-proyek Pemda sebagai pengganti duit yang sudah dikeluarkan tadi. Mark up? Hanya Allah Yang Tahu.
Alternatif kedua, Dari APBD. Ini yang menjadi trend saat ini. Baik itu di tingkat Divisi Utama, maupun Divisi I atau II. Jumlahnya mulai dari "cuma" 2-3 milyar hingga belasan milyar.
Cuma sayangnya duit segitu banyak, dihambur-hamburkan untuk beli pemain impor yang mahal dan kualitasnya dipertanyakan. Dan mereka melupakan yang namanya pembinaan, kompetisi klub yang ada dibawahnya.
Dan mulai kompetisi tahun depan (harusnya tahun ini), pakai duit APBD? No Way!
Akhirnya mereka mencoba menjual klub yang dikelolanya.
Pertanyaannya adalah apanya yang dijual? Nggak ada yang menarik untuk dibeli.
Mereka lupa memproduksi pemain dan mengelola klub dengan baik, yang dikejar cuma gengsi!
Kenapa gengsi?
Sudah jamak, kalau seorang pemimpin daerah berusaha "make over" kinerjanya dengan meningkatkan prestasi sepak bola daerahnya, dengan berbagai macam cara.
Masih ingat kasus, pemain Argentina di PSIS, De Porras yang ikut Kampanye Pilkada ibunda sang manajer tim?
Dan contoh paling pas ini adalah Nurdin Halid. Citranya sebagai mantan tersangka sempat dilupakan publik saat Piala Asia 2007 di Jakarta kemarin. Mulai dari artis hingga presiden berusaha memberikan dukungan terhadap Tim Nasional Indonesia yang tampil impresif.
Padahal dia pernah masuk penjara karena kasus korupsi. Dan entah bagaimana, dia bisa keluar, dan akhirnya bisa menjadi Ketua Umum PSSI kembali. Saat itu orang semua lupa.
Dan perjalannya hampir mulus, hingga sesaat setelah Nurdin akan masuk ke gelanggang DPR. Dia divonis bersalah. Dan harus jadi Narapidana.
Sejak itulah hingga saat ini, semua orang baru ingat kembali (khas Indonesia banget deh..) kasusnya yang dulu. Entah itu pemerhati/fans sepak bola maupun yang bukan fans .
Mulai dari orang biasa hingga petinggi FIFA! Nurdin mundur? Eit ntar dulu. Hingga saat Nurdin Halid telpon yang terputus ke Rita Subowo (Ketua KONI), belum ada tanda-tanda pengunduran diri Nurdin Halid.
Entah sampai kapan dia bertahan.
Comments