Sudah sebulan lebih, saya hidup jadi orang pinggiran. Maksudnya, di pinggiran Jakarta. Dan ini pertama kalinya saya jadi orang pinggiran.
Bukan bermaksud sombong, selama ini Alhamdulillah saya ditakdirkan hidup di tengah kota, baik itu saat di Semarang maupun setelah hijrah di Jakarta.
Dan sudah digariskan sejak awal, saya akhirnya hidup 30 kilometer dari Jakarta. Tepatnya di daerah Tangerang. Padahal saya harus bekerja di Jakarta. Jadi cukup banyak penyesuaian harus dilalui. Mulai dari masalah waktu, alat transportasi, tenaga, dll.
Yang paling mencolok adalah masalah transportasi. Saat ini saya harus naik bis untuk sampai di tempat kerja. Sebelumnya saya naik motor. Hal yang paling tidak saya sukai dengan bis yang sekarang ini ada yakni sistem setoran yang diberlakukan di hampir semua trayek. Kecuali Trans Jakarta tentunya.
Sisi negatif dari sistem setoran ini adalah, awak bis akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan penumpang atau sewa (istilah di lapangan). Akibatnya adalah di satu waktu mereka bisa mengemudikan bus ala mobil F1. Salip sana salip sini, dan mereka seolah tidak sadar, bahwa yang mereka bawa itu nyawa manusia.
Dan di waktu yang lain, bus itu akan jalan seperti keong.
Luuaaammmmbaaaat sekali....!
Karena mereka melihat jarak bis di trayek yang sama. Masih ditambah lagi, jumlah armada bis yang sengaja dibuat terbatas di satu trayek, hanya ada satu operator bus di jalur tersebut.
Alternatif yang bisa diambil saat ini adalah naik mobil omprengan. Omprengan maksudnya mobil pribadi yang digunakan untuk mengangkut orang-orang yang akan berangkat kerja. Mereka sengaja melakukan itu untuk sekedar menutup biaya tol dan bensin.
Dengan tarif sekitar 3 – 4 ribu per orang, dengan mobil kijang akan bisa diangkut sekitar 9 orang. Paling tidak antara 27-36 ribu ada di tangan. Dikurangi 2 ribu untuk tips calo. Sisanya ngepas untuk bensin dan tol. Kalau tidak melakukan itu, dihitung-hitung malah rugi menggunakan kendaraan pribadi dari rumah ke kantor dengan jarak sedemikian jauh.
Makanya hal yang saya tunggu adalah, sistem yang dianut Trans Jakarta ini bisa menghubungkan antara Jakarta dengan kota-kota pendukung disekitarnya. Kalau perlu bus Trans Jakarta masuk tol. Jika hal itu bisa berjalan..... wah indah sekali hidup ini....
Bukan bermaksud sombong, selama ini Alhamdulillah saya ditakdirkan hidup di tengah kota, baik itu saat di Semarang maupun setelah hijrah di Jakarta.
Dan sudah digariskan sejak awal, saya akhirnya hidup 30 kilometer dari Jakarta. Tepatnya di daerah Tangerang. Padahal saya harus bekerja di Jakarta. Jadi cukup banyak penyesuaian harus dilalui. Mulai dari masalah waktu, alat transportasi, tenaga, dll.
Yang paling mencolok adalah masalah transportasi. Saat ini saya harus naik bis untuk sampai di tempat kerja. Sebelumnya saya naik motor. Hal yang paling tidak saya sukai dengan bis yang sekarang ini ada yakni sistem setoran yang diberlakukan di hampir semua trayek. Kecuali Trans Jakarta tentunya.
Sisi negatif dari sistem setoran ini adalah, awak bis akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan penumpang atau sewa (istilah di lapangan). Akibatnya adalah di satu waktu mereka bisa mengemudikan bus ala mobil F1. Salip sana salip sini, dan mereka seolah tidak sadar, bahwa yang mereka bawa itu nyawa manusia.
Dan di waktu yang lain, bus itu akan jalan seperti keong.
Luuaaammmmbaaaat sekali....!
Karena mereka melihat jarak bis di trayek yang sama. Masih ditambah lagi, jumlah armada bis yang sengaja dibuat terbatas di satu trayek, hanya ada satu operator bus di jalur tersebut.
Alternatif yang bisa diambil saat ini adalah naik mobil omprengan. Omprengan maksudnya mobil pribadi yang digunakan untuk mengangkut orang-orang yang akan berangkat kerja. Mereka sengaja melakukan itu untuk sekedar menutup biaya tol dan bensin.
Dengan tarif sekitar 3 – 4 ribu per orang, dengan mobil kijang akan bisa diangkut sekitar 9 orang. Paling tidak antara 27-36 ribu ada di tangan. Dikurangi 2 ribu untuk tips calo. Sisanya ngepas untuk bensin dan tol. Kalau tidak melakukan itu, dihitung-hitung malah rugi menggunakan kendaraan pribadi dari rumah ke kantor dengan jarak sedemikian jauh.
Makanya hal yang saya tunggu adalah, sistem yang dianut Trans Jakarta ini bisa menghubungkan antara Jakarta dengan kota-kota pendukung disekitarnya. Kalau perlu bus Trans Jakarta masuk tol. Jika hal itu bisa berjalan..... wah indah sekali hidup ini....
Comments