Indonesia bisa dinobatkan negara yang paling sering menyelenggarakan Kongres Federasi Sepakbola [PSSI]. Dalam 2 tahun ini tercatat ada 10 kali yang konon namanya Kongres baik itu Federasi Resmi maupun yang mengaku resmi [KPSI].
Majukah Sepak Bola Indonesia? Tidak. Justru membuat sepakbola Indonesia menjadi semakin tidak menarik. Indah seandainya headline media tentang sepak bola adalah Juaranya Timnas Indonesia entah di level Asia Tenggara atau mungkin Asia.
Sayang terjadi sebaliknya. Konflik, saling klaim, kudeta antar pengurus lebih mendominasi berita media. Kemana Pembinaan Usia Dini? Kompetisi yang sehat dan JUJUR ?
Belum lagi berita pemain bola yang belum digaji meski kompetisi sudah selesai. Bahkan ada pemain asing sakit, dan tidak mendapat perawatan yang selayaknya yang berakhir kematian. Untuk pulang ke negaranya pun dia tidak mampu.
Entah sampai kapan carut marut sepakbola Indonesia imi berlangsung. Padahal disaat yang sama, anak-anak Indonesia rame-rame berlatih dan bermain bola lewat SSB maupun ekskul sekolah masing-masing.
Bahkan banyak pihak yang peduli dengan sepakbola anak-anak ini. Beberapa perusahaan menggulirkan liga juniornya sendiri-sendiri. Liga Kompas, Yamaha Cup, Liga Top Skor, Liga Pertamina, dan yang terbaru Dua Kelinci.
Belum lagi beberapa penggiat Pembinaan Usia Dini yang menggulirkan Liga Anak Garuda Nusantara yang belum didukung perusahaan besar sebagai sponsornya tapi sdh bergulir di beberapa kota.
Saat sepakbola senior tidak menarik lagi, anak-anak itu seolah menjadi oase. Ada kegembiraan, sportifitas, kejujuran, dan salin memaafkan. Unsur-unsur yang hilang di sepakbola senior.
Majukah Sepak Bola Indonesia? Tidak. Justru membuat sepakbola Indonesia menjadi semakin tidak menarik. Indah seandainya headline media tentang sepak bola adalah Juaranya Timnas Indonesia entah di level Asia Tenggara atau mungkin Asia.
Sayang terjadi sebaliknya. Konflik, saling klaim, kudeta antar pengurus lebih mendominasi berita media. Kemana Pembinaan Usia Dini? Kompetisi yang sehat dan JUJUR ?
Belum lagi berita pemain bola yang belum digaji meski kompetisi sudah selesai. Bahkan ada pemain asing sakit, dan tidak mendapat perawatan yang selayaknya yang berakhir kematian. Untuk pulang ke negaranya pun dia tidak mampu.
Entah sampai kapan carut marut sepakbola Indonesia imi berlangsung. Padahal disaat yang sama, anak-anak Indonesia rame-rame berlatih dan bermain bola lewat SSB maupun ekskul sekolah masing-masing.
Bahkan banyak pihak yang peduli dengan sepakbola anak-anak ini. Beberapa perusahaan menggulirkan liga juniornya sendiri-sendiri. Liga Kompas, Yamaha Cup, Liga Top Skor, Liga Pertamina, dan yang terbaru Dua Kelinci.
Belum lagi beberapa penggiat Pembinaan Usia Dini yang menggulirkan Liga Anak Garuda Nusantara yang belum didukung perusahaan besar sebagai sponsornya tapi sdh bergulir di beberapa kota.
Saat sepakbola senior tidak menarik lagi, anak-anak itu seolah menjadi oase. Ada kegembiraan, sportifitas, kejujuran, dan salin memaafkan. Unsur-unsur yang hilang di sepakbola senior.
Comments