Pacaran yang islami itu bagaimana sih? Kalau ciuman boleh nggak? Kalau nggak boleh, bagaimana kalau cuma pegangan tangan?
Mungkin pertanyaan semacam itu sering kita jumpai atau dengar keluar dari para ABG. Tapi bisa juga keluar bukan dari ABG, tp dari orang-orang yang mungkin sampai sekarang belum tercerahkan. Padahal kalau dipikir-pikir, kalau kita cuma berdua saja dengan lawan jenis yang bukan muhrim, yang ketiga itu kan syetan. Dari sini saja saya kira semua pertanyaan itu diatas secara otomatis terjawab. Tapi kok masih ada saja yang tanya ya?
Mungkin buat kita generasi kelahiran 70an dan mungkin 80an, yang namanya pacaran itu mungkin hal yang sangat lumrah. Bahkan seperti wajib. Tapi tidak buat orang tua kita generasi kelahiran mungkin disekitar 30an, 40an. Kenapa?
Saya punya teman yang orang tuanya generasi kelahiran 40an, mempunyai pengalaman yang kurang enak dan efeknya pun besar. Ceritanya begini, dia yang sudah pacaran beberapa tahun, tiba-tiba disuruh orang tuanya untuk pindah ke luar kota dengan alasan untuk belajar bisnis dengan Om nya. Memang, om nya sudah berhasil menjadi seorang pengusaha yang sukses. Dan orang tuanya berharap dia bisa belajar bisnis, supaya dapat sukses di kemudian hari.
Yang agak aneh adalah, saat dia disuruh ke luar kota, dia sebenarnya sedang kuliah. Dan kuliahnya pun sebenarnya lancar-lancar saja. Selidik punya selidik, ternyata orang tuanya kurang setuju jika dia pacaran dengan ceweknya yang sekarang. Meskipun pacarnya itu anak orang kaya, anak Pak Haji pula. Jadi dijamin dari keturunan orang baik-baik lah. Tapi tetap saja orang tuanya risih melihat dia runtang-runtung berdua.
Tapi, sebagai anak yang baik, dia mengikuti apa yang dikehendaki orang tuanya. Pergilah dia ke kota Om nya. Dan apa yang terjadi, baru beberapa hari di sana, ceweknya diam-diam ternyata pergi menyusul!
Hebohlah dunia persilatan, mau dimana muka orang tua ditaruh, saat anak gadisnya menyusul laki-laki yang belum jadi muhrimnya? Terlebih laki-laki itu ada diluar kota?
Singkat cerita, kedua belah pihak akhirnya berunding dan sepakat untuk menikahkan kedua sejoli itu! Karena hamilkah? Tidak ! Bukan karena hamil (seperti kebanyakan pasangan sekarang) mereka dinikahkan. Wong, mereka belum melakukah TIMSUIS (hubungan intim suami istri). Meskipun mereka ada di luar kota dan diluar jangkauan orang tua mereka berdua.
Tapi buat orang tua mereka berdua, hal yang dilakukan si perempuan ini, sangatlah tidak patut. Mungkin buat generasi yang lebih muda, meskipun sudah mendapat pendidikan agama yang cukup, hal itu tidaklah menjadi masalah.
Dan sampai sekarang mereka berdua dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan, serta ekonomi yang sangatlah pas-pasan. Rumah hanya berkamar 1, itupun hasil merengek-rengek ke ortu laki-laki. Dulu sih mereka sempat ambil KPR, tapi apa daya penghasilan yang pas-pasan dijuallah rumah kreditan untuk menutupi hutang-hutang yang sudah menumpuk.
Keadaan ini tak lepas, saat mereka menikah dulu, semua serba pas-pasan. Kuliah yang akhirnya putus ditengah jalan, mau tidak mau dia harus mencari nafkah untuk istrinya. Karena yang dipegangnya hanya Ijazah SMA, berbagai pekerjaan dicobanya, mulai dari pelayan toko, pedagang keliling, dan akhirnya jadi tekhnisi di satu pabrik dengan gaji yang pas-pasan. Dan pekerjaan itulah yang ditekuninya sampai sekarang. Sudah 10 tahun lebih dia bekerja, tahu anda gaji yang dia terima? 1 juta lebih sedikit.
Seandainya penyesalan itu ada didepan ….
Comments
eh, commentnya kok jadi panjang, padahal kan cuma mau bilang "mas aku mampir ya...........jangan lupa mampir ke blog aku"