Dalam dua minggu terakhir, ada 2 topik yang cukup mengguncang ritme kerja di kantor. Yang pertama adalah diberhentikannya salah seorang pimpinan divisi. Dan yang kedua, skorsing terhadap salah satu rekan kerja yang sudah cukup lama berkarir di sini.
Kasus pertama, sebut saja namanya Acong. Home based dia di Singapura. Dan dia mempunyai bawahan atau kolega yang tersebar di seluruh kantor di Asia. Jadi cukup banyak yang kenal dan dia salah satu orang berpengaruh di kantor ini. Acong ini termasuk orang pintar, dengan latar belakang sebagai programer software, tetapi dapat berkarir diluar latar belakang pendidikannya. Pintar dalam teknis pekerjaan, cakap berkomunikasi, dan piawai memperluas networking.
Karena kemampuannya itulah, dia sering dijadikan trainer di kala perusahaan mengadakan inhouse training. Boleh dibilang dia menjadi salah satu orang penting. Apalagi karirnya terhitung cepat. Berawal dari eksekutif di level country akhirnya meningkat menjadi mengepalai divisi di tingkat regional.
Proses pemberhentiannya terhitung sangat cepat. Sening pagi, tanggal 28-8-2006, begitu tiba di kantor langsung dipanggil bos besar. Tidak ada yang tahu apa yang jadi topik pembicaraan, bahkan hingga kini. Dan Acong diberhentikan seketika begitu keluar dari ruangan itu.
Dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, email dari salah satu direktur segera meluncur ke seluruh karyawan di Asia, yang intinya langkah yang diambil perusahaan saat ini bukanlah cara yang biasa ditempuh. Dilihat dari kalimat yang ada [walaupun sudah disensor sama bos], pimpinan berusaha untuk meredam gejolah yang mungkin timbul di kemudian hari. Kenapa dia dipecat? No body knows...
Nah, yang kedua ini, orangnya tiap hari saya berinteraksi dengannya. Sebut saja Ucok. Sudah hampir 10 tahun dia berkarir disini. Dan dengan posisi yang tidak pernah berubah sejak dia tercatat sebagai karyawan disini dulu hingga kini.
Yang dia lakukan setiap hari? Datang telat, buka detik.com atau websitenya koran Waspada, ngobrol sana sini, ngledekin orang dari sejak datang hingga pulang. Kemampuannya ? Bahasa Inggris yang kalau dibandingkan sama anak SMA pun dia kalah pintar. Komputer, biasa saja. Marah-marah ke anak buah, wah ini paling jago. Ditambah sikapnya yang berlagak bos besar kepada karyawan baru.
Bukannya dia tidak pernah di kasih kesempatan untuk berubah atau dikasih training untuk upgrade kemampuannya. Semua sudah, termasuk Surat Peringatan yang akhirnya dirobek.
Dia pernah ngomong, sebenarnya kerja di kantor ini cuma sebagai status. Maklum dia ini anak sulung dari orang tua yang kaya raya di kampungnya sono. Jalan pikiran ini lah yang sampai sekarang tidak masuk ke logika saya. Saya rasa semua orang kepingin punya banyak uang dan bisa senang-senang. Nggak usah capek-capek kerja atau dimarahin bos. Tetapi ternyata dia tetap saja bekerja sebagai karyawan biasa. Aneh.
Semua orang dikantor juga tahu, kalo dia mempraktekan KDK, Kantor dalam Kantor. Dia punya usaha, dan dia menjalankan banyak menggunakan fasilitas kantor. Terutama telpon.
Mungkin karena bos sudah mentok, akhirnya punishment itu jatuh juga. Selasa kemarin dia dipanggil, dan langsung disodori surat cuti selama 10 hari yang harus ditandatangani. Dan juga surat yang menyatakan alasan kenapa dia dikenai skorsing 10 hari [potong cuti] ini.
Hikmah yang bisa diambil? Setiap orang yang saya temui dan mengetahui tentang kasus-kasus tersebut punya hikmah sendiri-sendiri. Baik dilihat dari sisi pekerjaan, kemanusiaan, dll.
Dan yang paling berkesan buat saya, saat salah seorang dari kami bilang ke Ucok begini:
Lebih memilih mana, diingetin sama teman, diingetin sama bos, atau diingetin sama Tuhan?
Kalau saya? Sebelum diingatkan sama ketiganya, berharap dapat mengingatkan diri sendiri dahulu.
Kalau Anda?
Kasus pertama, sebut saja namanya Acong. Home based dia di Singapura. Dan dia mempunyai bawahan atau kolega yang tersebar di seluruh kantor di Asia. Jadi cukup banyak yang kenal dan dia salah satu orang berpengaruh di kantor ini. Acong ini termasuk orang pintar, dengan latar belakang sebagai programer software, tetapi dapat berkarir diluar latar belakang pendidikannya. Pintar dalam teknis pekerjaan, cakap berkomunikasi, dan piawai memperluas networking.
Karena kemampuannya itulah, dia sering dijadikan trainer di kala perusahaan mengadakan inhouse training. Boleh dibilang dia menjadi salah satu orang penting. Apalagi karirnya terhitung cepat. Berawal dari eksekutif di level country akhirnya meningkat menjadi mengepalai divisi di tingkat regional.
Proses pemberhentiannya terhitung sangat cepat. Sening pagi, tanggal 28-8-2006, begitu tiba di kantor langsung dipanggil bos besar. Tidak ada yang tahu apa yang jadi topik pembicaraan, bahkan hingga kini. Dan Acong diberhentikan seketika begitu keluar dari ruangan itu.
Dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, email dari salah satu direktur segera meluncur ke seluruh karyawan di Asia, yang intinya langkah yang diambil perusahaan saat ini bukanlah cara yang biasa ditempuh. Dilihat dari kalimat yang ada [walaupun sudah disensor sama bos], pimpinan berusaha untuk meredam gejolah yang mungkin timbul di kemudian hari. Kenapa dia dipecat? No body knows...
Nah, yang kedua ini, orangnya tiap hari saya berinteraksi dengannya. Sebut saja Ucok. Sudah hampir 10 tahun dia berkarir disini. Dan dengan posisi yang tidak pernah berubah sejak dia tercatat sebagai karyawan disini dulu hingga kini.
Yang dia lakukan setiap hari? Datang telat, buka detik.com atau websitenya koran Waspada, ngobrol sana sini, ngledekin orang dari sejak datang hingga pulang. Kemampuannya ? Bahasa Inggris yang kalau dibandingkan sama anak SMA pun dia kalah pintar. Komputer, biasa saja. Marah-marah ke anak buah, wah ini paling jago. Ditambah sikapnya yang berlagak bos besar kepada karyawan baru.
Bukannya dia tidak pernah di kasih kesempatan untuk berubah atau dikasih training untuk upgrade kemampuannya. Semua sudah, termasuk Surat Peringatan yang akhirnya dirobek.
Dia pernah ngomong, sebenarnya kerja di kantor ini cuma sebagai status. Maklum dia ini anak sulung dari orang tua yang kaya raya di kampungnya sono. Jalan pikiran ini lah yang sampai sekarang tidak masuk ke logika saya. Saya rasa semua orang kepingin punya banyak uang dan bisa senang-senang. Nggak usah capek-capek kerja atau dimarahin bos. Tetapi ternyata dia tetap saja bekerja sebagai karyawan biasa. Aneh.
Semua orang dikantor juga tahu, kalo dia mempraktekan KDK, Kantor dalam Kantor. Dia punya usaha, dan dia menjalankan banyak menggunakan fasilitas kantor. Terutama telpon.
Mungkin karena bos sudah mentok, akhirnya punishment itu jatuh juga. Selasa kemarin dia dipanggil, dan langsung disodori surat cuti selama 10 hari yang harus ditandatangani. Dan juga surat yang menyatakan alasan kenapa dia dikenai skorsing 10 hari [potong cuti] ini.
Hikmah yang bisa diambil? Setiap orang yang saya temui dan mengetahui tentang kasus-kasus tersebut punya hikmah sendiri-sendiri. Baik dilihat dari sisi pekerjaan, kemanusiaan, dll.
Dan yang paling berkesan buat saya, saat salah seorang dari kami bilang ke Ucok begini:
Lebih memilih mana, diingetin sama teman, diingetin sama bos, atau diingetin sama Tuhan?
Kalau saya? Sebelum diingatkan sama ketiganya, berharap dapat mengingatkan diri sendiri dahulu.
Kalau Anda?
Comments