Sudah hampir sejam berlalu sejak peluit panjang dibunyikan, kami masih tertahan di luar Stasiun Bukit Jalil. Antrian token sementara ditutup karena antrian sudah panjang mengular untuk naik ke LRT.
Kami semua terdiam, sudah tidak ada gairah untuk diskusi mengenai jalannya pertandingan tadi. Hanya perasaan kesal, lelah, dan entahlah..semua jadi satu.
Seakan jadi misteri, kenapa Timnas Indonesia susah sekali mematahkan dominasi Harimau Malaya di Bukit Jalil ini. Meskipun kita pernah mengalahkan mereka di GBK saat final Aff 2010 2nd leg, tapi rasanya dendam ini belum terbayarkan jika belum mengalahkan mereka di kandang harimau ini.
Padahal saat ini moment yang pas untuk melakukannya. Jika tadi menang, ada 2 hal paling tidak yang sangat bernilai. Yakni lolos ke semifinal, dan membuat Malaysia tersingkir. Sayang, Takdir Tuhan menentukan lain.
Sebelum berangkat, saya sudah menyiapkan diri jika seandainya kalah. Terutama mental, menyakitkan memang. Jauh-jauh datang ke Bukit Jalil untuk menyaksikan Timnas kalah. Tapi sejujurnya sesakit-sakitnya melihat Timnas kalah dan diejek sama suporter Malaysia, jauh lebih sakit cibiran dari teman sebangsa sendiri. Ya, begitu banyak anak bangsa yang berharap timnas kita kalah. Dan saat seperti inilah mereka seperti mendapat bahan bakar siap guna. Entah apa yang ada dibenak mereka hingga punya pikiran seperti itu.
Tapi inilah dunia sepakbola, saat ketidakpastian hasil yang membuat sepakbola itu hidup, dan menghidupi jutaan orang. Sepakbola tidak akan menarik jika kita sudah mengetahui pemenangnya bahkan sebelum pertandingannya dilakukan,
Respek yang tinggi saya haturkan untuk Coach Nil dan pemain timnas, mereka menjalani ini dengan maksimal ditengah keterbatasan. Bisa dilihat dari perjuangan mereka melawan Malaysia, terutama sebelum gol pertama terjadi. Banyak peluang untuk Indonesia. Sayang Takdir bicara lain.
Dan mereka pun seolah minta maaf dan berterima kasih kepada suporter atas dukungan yang tiada henti kepada mereka, dengan mendatangi sisi lapangan yang dekat dengan tribun penonton Indonesia yang sebagian besar sudah meninggalkan bangku dengan hati kecewa.
Perjalanan 'spiritual' ini yang pertama buat saya. Sejujurnya saya begitu menikmati setiap menit perjalanan kali ini. Meskipun hasil akhir tidak sesuai dengan harapan.
Minggu malam, 2 Des 2012, diatas Kota Kuala Lumpur yang bermandikan jutaan cahaya lampu, saya berharap dapat kembali ke kota ini di lain waktu dan pulang dengan senyum kemenangan.
Comments