Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2006

Terlanjur Enak [2]

Pertanyaan yang susah dijawab. Masak sih orang nggak mau enak? Kalau dipikir-pikir sebenarnya, apa yang kita kerjakan setiap hari bertujuan untuk sesuatu yang enak. Kita kerja untuk cari uang. Uangnya untuk? · Beli Makan. Ada nggak sih orang yang nggak suka makan? Enak bukan... · Buat Modal Kawin. Coba tanya orang yang lagi pacaran, kapan mau nikah? Ntar dulu deh, kerja dulu terus punya duit baru kawin. Emang kawin enak? Nggak cuma enak lagi, tapi murah! Nggak percaya? Coba kalau anda yang suka ’jajan’. Berapa biaya untuk bayar wanita panggilan/WTS/PSK? Rp 200 ribu? 300 ribu? Atau lebih. Dengan asumsi anda melakukannya setiap hari, kalau sekali ‘jajan’ 200 ribu, berarti setiap bulan anda mesti mengeluarkan paling tidak 6 juta rupiah.Coba bayangkan kalau anda sudah nikah, tiap hari anda boleh melakukannya, dapat pahala lagi. Biaya? Mmmm, yang pasti keluar sih biaya resepsi, biaya hidup bulanan buat istri. Enak bukan... · Beli rumah. Berarti nggak dikejar-kejar ibu kost, atau yang punya

Terlanjur Enak [1]

Comfort Zone. Saya tidak tahu apa padanan katanya di bahasa Indonesia. Kedua kata itu sering saya dengar dan sering saya jadikan topik diskusi yang menarik dengan seorang sahabat di Bali. Menurutnya dia sudah meninggalkan apa yang disebut Comfort Zone tadi. Ceritanya begini. Beberapa tahun yang lalu di awal perkawinannya, dia pernah bekerja part time untuk sebuah perusahaan multi nasional yang berkedudukan di Jakarta. Dia sendiri tetap berada di Bali. Dengan bekerja paruh waktu tersebut dia mendapatkan penhasilan yang cukup lumayan. Dibilang cukup karena dia hitung berdasarkan hari kerja dibanding dengan gaji yang diterima. Kerja 10 hari tapi dibayar 26 hari kerja untuk ukuran daerah. Sekitar 2 tahun yang lalu, secara tiba-tiba dia mengundurkan diri. Alasannya, tidak cocok dengan supervisor. Padahal waktu itu dia sedang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk membayar kuliah S2 nya. Tapi dengan tekad yang bulat akhirnya secara perlahan dia berhasil mengatasi berbagai kesulitan keuanga

Dari Piala Dunia ke 8 Besar Liga Indonesia

Selesai sudah hiburan Piala Dunia selama sebulan penuh, yang akhirnya melahirkan Juara Dunia Cacat yakni Italia. Kenapa saya sebut cacat? Karena, Italia membawa cacat yang tak mungkin ditutupi dan itu sudah menjadi bagian dari kompetisi liga serie A yakni diving. Diving saat melawan Australia yang akhirnya melahirkan penalti dan gol. Sehingga membawa Italia ke babak berikutnya. Diving, Pengaturan skor, Suap. Itulah Liga serie A. Sebenarnya secara emosional, babak 8 besar liga Indonesia buat saya lebih berarti dibandingkan Piala Dunia. Saya nggak peduli orang berkata, sepak bola Indonesia adalah sepak bola kampungan. Tidak sebanding dengan tim-tim Piala Dunia. Sehebat-hebatnya tim di Piala Dunia, nggak ada secuil pun yang berhubungan dengan saya. Walaupun kalau dicari hubungannya ada aja sih. Jerman Hubungan saya dengan Jerman yakni kebetulan saya bekerja di perusahaan yang berkantor pusat di Jerman. Belanda Negara yang pernah menyengsarakan Indonesia selama 350 tahun. Tapi kok sekarang

Pembantu Juga Manusia [2]

Repot tanpa pembantu? O iya saya belum cerita mengenai hal ini. Di rumah saya sebenarnya ada pembantu yang lain lagi. Yakni khusus cuci dan setrika. Dia datang setiap hari hanya khusus nyuci dan nyetrika aja. Jadi sebenarnya dengan satu pembantu yang ada sekarang nggak terlalu repot juga sih. Cuma memang harus merubah jadwal harian saya. Tadinya saya berangkat kerja bareng sama istri. Setengah tujuh pagi sudah menyusuri jalanan ibukota. Dan sampai kantor sekitar jam setengah lapan pagi. Masih sangat pagi, karena jam kantor saya dimulai jam 9 pagi. Biasanya saya habiskan buat ngopi lagi [dirumah sebelum berangkat sudah ngopi], sambil baca koran, terus browsing internet. Nah, sekarang berubah total. Istri saya pagi terkadang harus berangkat sendirian dan naik angkot pula. Dan saya? Mmm mencoba menjadi ayah yang baik .. [hahahaha]. Saat istri berangkat ya, saya nungguin anak saya sampai bangun, terus mandiin, nyuapin sarapan, ngajak main. Sampai kira-kira jam delapan. Setelah nitipin anak

Pembantu Juga Manusia [1]

Sudah hampir setengah bulan ini, kami tidak memakai pembantu rumah tangga. Sebenarnya mungkin tidak bisa disebut pembantu. Karena tugas utamanya dia mengasuh anak kami yang baru berumur 1.5 thn. Cuma, saya merasa nggak biasa nyebutnya sebagai baby sitter. Jadi saya yang saya anggap sebagai pembantu juga. Dia resign jadi pembantu di rumah dengan alasan sering sakit-sakitan, jadi mau istirahat dulu. Nggak kerja, di rumah saja. Itu alasan yang diberikan pada saya tempo hari. Saya sih, ya mau gimana lagi. Tidak bisa melarang dan menahan dia untuk tetap jadi pembantu di rumah. Memang beberapa hari sebelum dia berhenti, dia sudah tidak masuk karena sakit. Tinggalnya memang tidak jauh dari rumah kami. Dia salah satu tetangga kami. Setiap pagi sebelum kami berangkat bekerja, dia telah datang ke rumah dan mengurus segala keperluan si kecil. Kalau dihitung, memang ini bukan yang pertama dia sakit. Kalau tidak salah yang ketiga kalinya dia absen karena sakit. Ternyata alasan sakit itu menjadi tan